Pernahkah Anda mendengar tentang tradisi Sedekah Bumi Gresik? Sebuah apresiasi bagi masyarakat Gresik yang harus diacungi jempol akan rasa antusias dan usahanya dalam melindungi dan memegang kuat budaya serta tradisi leluhur secara turun temurun. Bahkan, walaupun arus globalisasi dan modernisasi terus mengalir. Melawan itu semua, masyarakat di daerah itu masih mempertahankan tradisi asli mereka yang sudah ‘mendarah-daging’. Tradisi ini dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya di Kabupaten Gresik.
Pada hari tradisi Sedekah Bumi Gresik, ribuan warga berbondong-bondong memenuhi jalanan untuk bersama-sama mengarak tumpeng raksasa. Tumpeng raksasa ini terdiri atas beragam hasil pertanian, perikanan, dan hasil bumi lainnya. Pada pelaksanaan tradisi sedekah bumi pun Bupati Kabupaten Gresik dan wakilnya ikut turun ke jalanan bersama masyarakat lain, semata-mata untuk melanjutkan dan melestarikan tradisi legendaris tumpeng raksasa ini.
Selama tradisi berjalan, tumpeng diarak mengelilingi desa Kedanyang, Kebomas hingga diarahkan ke tempat acara. Bupati Kabupaten Gresik pun turut memikul tumpeng tersebut untuk merasakan betapa melimpahnya hasil bumi warga Kedanyang. Setelah itu masyarakat diizinkan untuk berdoa bersama untuk mengucapkan syukurnya. Setelah berdoa bersama, puncak acara diwujudkan dengan tumpah ruahnya warga desa memperebutkan isi tumpeng raksasa.
Awalnya, tradisi sedekah bumi di desa Kedanyang semata-mata sekedar acara kampung mereka yang meng-kontribusi-kan warga-warga. Tujuannya pun sekedar merekatkan hubungan antar masyarakat Kedanyang, Gresik disambi rasa syukur pada Sang Maha Pencipta. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tradisi ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Gresik dan merupakan ikon kota Gresik..
Sebenarnya, upacara Sedekah Bumi memiliki sejarah panjang. Tradisi ini diawali pada abad 19 atau pada zaman penjajahan Belanda. Saat itu tujuannya ialah memohon keselamatan desa dari segala malapetaka. Selain itu, secara mitologis tradisi inipun diperuntukan untuk memberi penghormatan pada leluhur desa.
Awal terjadi sejarah tradisi Sedekah Bumi Gresik ialah ketika para penggembala muda memohon hujan dan hujan pun terjadi, sejak saat itu penduduk desapun sepakat mengadakan selametan untuk berterima kasih pada Tuhan yang Maha Esa dan Nenek Moyang. Masyarakat Kabupaten Gresik membawa banyak makanan, umbi-umbian dan hasil tumpeng untuk melaksanakan syukuran tersebut. Semua bahan makanan tersebut diletakan di bawah pohon yang dikeramatkan oleh penduduk desa. Pohon itu konon disebut sebagai pohon Kyai dan Nyai Bulu. Setelah itu, sesajen tersebut dimakan bersama oleh warga-warga.
Pohon keramat tersebut dibalut kain kafan. Sayangnya, pohon tersebut dibakar bagian pangkalnya sehingga lama kelamaan, pohon itu pun jatuh tumbang. Sejak saat itu, prosesi tradisi Sedekah Bumi berubah menjadi seperti apa yang dikenal sekarang. Setelah itu, pada tahun 1966, Sedekah Bumi mulai diselenggarakan di balai desa Kabupaten Gresik. Sedangkan pada tahun 2005, masyarakat Gresik mulai berkreasi dan berinovasi, mengubah sesajen pada pohon keramat menjadi arak-arakan tumpeng raksasa keliling desa. Tradisi inipun dilaksanakan setelah panen raya, tetap untuk mengusung rasa hormat dan terima kasih pada leluhur atas hasil panen yang berlimpah.
Biasanya sebelum acara ini tradisi Sedekah Bumi Gresik dilaksanakan, masyarakat disuguhkan berbagai tradisi kesenian seperti wayang, orkes, ludruk dan sebagainya. Kesenian tersebut dilaksanakan tepat semalam sebelum tradisi sedekah bumi digelar.
Sebuah tradisi unik yang menarik dari masyarakat Gresik hingga harus melewati sejarah panjang dan perubahan ritual hingga akhirnya tetap bertahan sampai saat ini walaupun harus berhadapan dengan maraknya arus modernisasi. Sebaiknya, Tradisi Sedekah Bumi Gresik senantiasa dijaga mengingat nilai sejarahnya yang tinggi dan merupakan kebudayaan murni dari Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Indonesia.